Kelompok musik, Barasuara, kembali merilis album. Dalam album yang ketiga ini mereka beri berjudul ‘Jalaran Sadrah’, demikian rilis yang lansir Antara, pada Jumat (21/6).
Album grup musik yang beranggotakan Iga Massardi (vokal dan gitar), TJ Kusuma (gitar), Marco Steffiano (drum), Asteriska (vokal), Gerald Situmorang (bas) dan Puti Chitara (vokal), itu berisi sembilan lagu, termasuk tiga lagu yang lebih dulu dirilis tunggal, yaitu “Terbuang dalam Waktu”, “Merayakan Fana”, dan “Fatalis”.
“Jalanan Sadrah artinya karena pasrah. Album ini terjadi, tertulis, terselesaikan karena pasrah,” kata Iga dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Proses pembuatan album dimulai pada Januari 2021, di mana kala itu para personel Barasuara berkumpul selama sepekan di sebuah vila di Puncak, Bogor untuk menulis lagu baru maupun mengembangkan materi yang sudah ada.
“Hasilnya adalah album yang paling eklektik karena lirik-lirik di album ini banyak terinspirasi oleh berbagai peristiwa yang terjadi belakangan, seperti pandemi COVID-19 dan konflik Israel-Palestina,” kata Iga.
Sementara itu, Gerald mengatakan “Jalanan Sadrah” adalah album yang paling kolektif pengerjaannya. Di samping peran Gerald yang semakin besar dalam menggubah musik Barasuara, lagu berjudul “Hitam dan Biru” merupakan komposisi Puti Chitara, sedangkan Asteriska menyumbang lirik yang lembut untuk lagu “Biyang” dan “Terbuang dalam Waktu”.
Album itu juga memuat berbagai elemen baru seperti aransemen orkestra dari Erwin Gutawa untuk lagu “Merayakan Fana” dan “Hitam dan Biru” yang dieksekusi oleh Czech Symphony Orchestra, serta nyanyian berbahasa Jawa dari Sujiwo Tejo untuk lagu “Biyeng” yang adem.
Dengan ‘Jalaran Sadrah’, Barasuara ingin menunjukkan mereka masih tetap eksis dan berkarya setelah 12 tahun berkarier di industri musik Indonesia.
TJ Kusuma mengatakan apapun elemen baru yang dimasukkan dalam ramuan album terbaru mereka, perpaduan vokal Iga, Asteriska dan Puti, kombinasi gitar antara dirinya dan Iga, dentuman bas Gerald serta pukulan drum dinamis oleh Marco akan tetap membuat musik mereka terdengar seperti Barasuara.
Baik itu lagu epik penuh lika-liku berdurasi enam menit lebih macam “Antea” maupun lagu Rock yang relatif simpel seperti “Etalase” dan “Manusia (Sumarah)”.
“Album ini bentuk saling menerima, mendukung, dan mempertahankan serta bukti bahwa Barasuara masih bisa berdiri kuat meski ada rasa tidak nyaman waktu itu akibat situasi pandemi yang memusingkan,” kata TJ. [antara/foto: istimewa]