SEJATINYA, kenikmatan bermusik dan mendengar musik itu sudah ada, bahkan sebelum kita ada. Konon, –ini merujuk pada banyak kitab suci– Tuhan adalah sosok yang senang dipuji dengan nyanyian, alat musik dan tarian. Ini linier dengan yang terjadi sekarang, semua agama selalu menjadikan musik [dan tarian] sebagai sarana untuk membawa kita menyembah Tuhan. Tidak peduli musiknya pop, gambus, jazz bahkan rock. Semua bisa jadi alat sesembahan vertikal.

Tidak, saya tidak akan bicara soal agama. Bukan urusan saya juga. Saya hanya mencoba menelaah dengan akal manusia saya, dengan grengseng musikal yang saya rasa, dengan pilhan genre yang sudah membatu di otak saya, tentang wahyu rock n’ roll yang diturunkan kepada umat manusia [yang menyukainya tentu saja].

Sang khalik sebenarnya menurunkan darah rock n’ roll kepada siapapun. Kita nggak pernah tahu apakah ketika lahir kita sudah menganut DNA itu. Tapi percayalah, titisan itu sudah menetes dalam setiap aliran darah kita. Pilihannya memang kemudian ada yang terjun sebagai musisi beneran, musisi numpang lewat, atau sekadar penikmat musik yang kadang-kadang sok tahu [seperti saya, tapi ya biarkan saja toh].

The Beatles dan Rolling Stones, misalnya, adalah contoh musisi rock n’ roll sukses yang menuju ke “pertempuran” industri dengan tidak dengan setengah-setengah, dan mereka menggunakan cara kreatif dalam meraih sukses. Meski mungkin membutuhkan waktu lebih lama, mereka akhirnya melampaui garis finis. Mereka manfaatkan waktu dengan baik dalam mensinergikan kemampuan musikal, mental dan talentanya untuk mencapai sukses. Siapa yang bantah, wahyu rock n’ roll itu ada dalam tiap detak jantung mereka?

Tuhan pun rock n’ roll. Sang Maha memberikan spirit itu dengan cuma-cuma, gratis, tidak bayar. Tapi kita juga kudu mengembangkan diri. Tidak ada musisi instan yang baik. Semua lahir dari proses pembelajaran yang panjang. Kalau ada yang merasa dirinya sudah jago, skillfull dan lebih hebat dibanding musisi lain, tampaknya dia harus belajar lebih keras. Musisi yang ingin sukses, dia adalah seorang pelajar seumur hidup. Bahkan ketika dia mencapai puncak karir, dia tetap harus belajar hal baru di dunia musik itu sendiri.

Eh, itu buat yang ingin menjadikan dirinya sebagai musisi. Buat yang sekadar ingin menikmati wahyu rock n’ roll itu [hanya] sebagai spirit dan memilih berada di luar arena, ya sah-sah saja. Dan saya yakin, Tuhan pun tidak akan ngambek, karena Dia rock n’roll sejati dan membebaskan kita memilih…[djoko moernantyo/twitter: @jokoisme]