Malam itu saya dibuat kagum dengan seorang remaja putri yang memborong CD Asli di sebuah toko CD dibilangan Sabang, Jakarta. Mungkin kagum, sekaligus kaget, karena lebih dari 20 album musik masuk ke keranjang belanjaannya. Saya sempat mengamati, "Sepertinya itu bukan untuk dia semua," ujarku dalam hati. Namun ketika kita sama-sama antri ke kasir, rata-rata CD yang dibeli remaja putri itu adalah CD "eksklusif", beberapa dari kelompok musik yang tengah digandrungi remasa saat ini.
Tentu saja, ini pemandangan langka bagi saya, apalagi ditengah situasi saat ini dimana orang lebih suka dengan membeli CD bajakan dilapak-lapak mall atau di toko/emperan pinggir jalan. Namun, setidaknya saya sempat berfikir, dari sekian banyak CD asli yang dibeli remaja tadi, lebih dari separuhnya merupakan edisi khusus atau eksklusif. Jika dijejerkan dirak, CD tersebut masuk kategori untuk koleksi atau limited edition.
Dan memang, kemasan dari CD tersebut dibuat sangat bagus dan rapih. Tidak hanya itu, dengan harga per album yang relatif mahal, pembeli dipuaskan dengan penampilan desain yang ciamik. Misalkan, produsen CD tersebut mengemasnya dengan kemasan hard-cover, desain sampulnya yang sangat berkelas dan "nyeni", kemudian dilengkapi pula dengan VCD atau DVD yang jarang orang punya. Bahkan, ada album band ternama Indonesia, "Slank" dilengkapi dengan T-shirt, sticker dan tas kain.
Ditengah situasi industri rekaman yang lesu, para label/recording menyiasatinya dengan hal seperti diceritakan diatas.Konsumen, yang notabene juga penggemar, dipuaskan dengan "bonus" lain yang diberikan. Mereka tidak hanya bisa mendengan band kesayangannya, namun juga bisa ikut menyaksikan dengan menonton tayangan konser mereka, atau tayangan "behind the scene" dari band itu. Langkah ini tentu saja tidak serta merta bisa mengurangi angka pembajakan, namun bisa memberikan alternatif bagi para konsumen yang konon kabarnya menyukai band kesayangan, namun mendengarkan dari cakram bajakan.
Pertanyaan selanjutnya, mungkin ini juga yang disuarakan para pembeli bajakan,: "harganya relatif mahal". "Karena kita dengan harga Rp 6000, sudah bisa dengar puas. Jika beli yang asli kita belum sanggup". Kontradiktif memang,namun kenyataan dilapangan seperti itu. Para label atau perusahaan rekaman dibebani dengan ongkos produksi yang tinggi, dan bahkan tergolong "berjudi" karena belum tentu CD habis terjual. Di sisi lain, mereka juga butuh kampanye anti pembajakan.
Untuk itu dibutuhkan solusi, agar para penikmat musik, apalagi penggemar bisa membeli CD band kesayangannya dengan harga yang relatif murah, plus bonus-bonusnya. Salah satu menyiasatinya adalah dengan menggandeng sponsor. Sebagian biaya promosi dialokasikan kebiaya produksi, sehingga bisa menekan cost. Untuk penjualan atau distribusi bisa menggunakan jaringan yang dimiliki oleh sponsor tadi. Atau bisa juga dengan konsep yang kemarin baru saja dilakukan "Efek Rumah Kaca" yang membuat proyek album "Pandai Besi" dengan sistem pre-order. Mereka menggunakan teknologi internet dan social media untuk mempromosikan tentang proyek yang sedang mereka lakukan. Para pecinta musik, termasuk penggemarnya, bisa memiliki CD artis kesayangannya dengan memesan terlebih dahulu, kemudian melakukan transfer untuk pembayaran pesanan. Beberapa waktu kemudian, baru barang (CD)nya dikirim. Kami yang juga memesan, cukup terpuaskan dengan layanan yang diberikan, apalagi pada bagian CD dibubuhkan pesan dan tandatangan asli para personel.
Mungkin sudah saatnya diperlukan strategi yang jitu untuk produksi, promosi dan distribusi yang efektif dan efisien dalam menekan angka pembajakan. Karena sudah pasti, bagi penyuka musik yang ingin memiliki album band kesayangannya dalam wujud dan fisiknya riil (CD), bukan dari membeli secara digital, mereka juga harus difasilitasi agar terus bisa menularkan kebiasaannya membeli wujud asli, bukan bajakan. So, dengan demikian saya yakin industri musik akan terus bergairah, dan para musisi akan bisa lebih kreatif menciptakan karyanya yang bermutu. [lysthano/foto:istimewa]