Kelompok musik DEWA 19 bisa dibilang menjadi pelopor bangkitnya kembali musik Pop era 90-an. Kiprah bermusik anak-anak Surabaya ini dari waktu ke waktu menunjukkan kedewasaannya. Hal ini dibuktikan dengan produktivitasnya yang cukup tinggi era tahun 1990 -2000-an. Dibawah komando Ahmad Dani (vokalis), band ini cukup banyak mendapat perhatian dari masyarakat Indonesia dan Asia. Sejumlah konser yang digelar selalu dipadati penonton.
Garapan musik Ahmad Dhani yang simpel cukup banyak di nikmati oleh beragam kalangan, dari anak-anak, pemuda hingga dewasa. Sosok Ahmad Dhani pun menjadi ikon dan idola anak muda penggemar musik kala itu.
Tidak bisa dipungkiri, selain musiknya yang sederhana dan mudah diingat, Dhani memadukan lirik-liriknya dengan bahasa yang cukup puitis. Sejumlah pengamat musik menilai, Dhani mengadopsi syair-syair dair penyair terkenal seperti Jalaluddin Rumi, Kahlil Gibran dan beberapa tokoh sufi lainnya. Bahasa yang puitis, musik yang ringan menjadi kombinasi yang pas musik Dewa 19.
Namun ditengah perjalannya, tidak sedikit pula pihak yang mecibir karya Ahmad Dhani. Ada yang menuduh musik Ahmad Dhani menjiplak group musik Queen dan band dunia lainya. Dhani pun membantahnya dengan sejumlah argumen.
Soal lirik-liriknya, Ahmad Dhani tidak membantah bahwa dirinya cukup dipengaruhi tokoh dan ajaran sufi, seperti Rabi'ah Al Adawiyyah, Husain Manshur Al-Hallaj, Abu Hamid Al-Ghazali, Abdul Qodir Al-Jilain, Ibn "Arabi, Jalaluddin Rumi, dan Syeh Siti Jenar.
Pro dan Kontra musik Ahmad Dhani menjadi kajian menarik dari penulis buku Agus Wahyudi. Lewat buah karyanya berjudul "Makrifat Cinta Ahmad Dhani", Agus Wahyudi, menyoroti beberapa hal, seperti kontroversi Ahmad Dhani saat menterjemahkan konsep sufisme ke dalam album "Laskar Cinta", termasuk adopsi unsur kaligrafi yang dijadikan logo album tersebut.
Kala itu kontroversi cukup ramai. Ahmad Dhani dituduh melecehkan simbol berupa tulisan "Allah" yang dijadikan logo sampul album dan menjadi latarbelakang "alas" panggung saat Band ini menggelar konser di salah satu stasiun TV.
Reaksi spontan muncul dari masyarakat, termasuk dari Ustadz Wahfiuddin, yang menjadi salah satu narasumber di TV tersebut. Sang ustadz malah membawa sejumlah bukti bahwa logo yang terdapat dalam album Dewa dan juga menjadi alas saat konser merupakan tulisan Lafdhul Jalalah (Allah). Tidak cukup itu, aksesoris yang digunakan Dhani saat konser, yakni kalung Bintang Daud (David) disinyalir logo Yahudi.
Kontorversi ini juga mendapat sorotan banyak media, termasuk media Islam. Koran Republika bahkan memberitakan soal Ahmad Dhani "kejeblos" ini lebih dari seminggu, hingga akhirnya Ahmad Dhani menulis hak jawab dan permohonan maaf dalam sebuah surat bertajuk "Oase Bernama Laskar Cinta" .
Buku setebal 90 halaman ini cukup jelas membeberkan kiprah Ahmad Dhani dalam bermusik, termasuk tokoh-tokoh– yang berdasarkan pengamatannya– mempengaruhi hidupnya. Para tokoh-tokoh Sufi mendapatkan ulasan sendiri melalui ringkasan perjalanan atau riwayatnya dalam bab tersendiri.
Kajian dari lirik-lirik karya Ahmad Dhani juga mendapat porsi sediri dalam bab akhir buku yang diterbitkan penerbit "Narasi". Penulis mensinyalir Ahmad Dhani menyerap ajaran Syekh Siti Jenar tentang kesatuan konsep hamba dan Tuhannya yang dikenal dengan "Manunggaling Kawula Gusti" yang oleh sebagian ulama, konsep ini sesat.
Bagi yang penasaran membaca buku ini, bisa mendapatkannya di toko buku cinmi, klik link ini : cinmistore.com [sir/cinmi/foto: narasi]
Judul : Makrifat Cinta Ahmad Dhani
Penulis : Agus Wahyudi
Penerbit : Narasi
tahun ; 2010
Halaman : 92