Era 2000an juga menjadi saksi lahirnya sebuah event pertunjukan rock/metal besar di kota Solo. Pada tahun 2004 beberapa individu yang terlibat di Down For Life mulai bergerak membentuk wadah event organizer untuk menggelar acara – acara musik rock atau metal di kota Solo. Hasilnya adalah sebuah event yang bernama Rock In Solo. Event yang awalnya hanya dimaksudkan untuk semakin meramaikan scene musik rock di Solo ini kemudian berkembang menjadi salah satu event musik rock yang cukup besar di pulau Jawa dan bahkan Indonesia.
Pada tahun – tahun awal penyelenggaraannya, para pengisi acara yang tampil masih berkutat pada band – band lokal baik yang berasal dari Solo maupun dari kota – kota lain. Sepanjang empat kali penyelenggaraan sebelumnya, Rock In Solo tercatat pernah menampilkan band – band seperti Burger Kill, Seringai, Tengkorak dan Death Vomit, selain tentu saja band – band Solo seperti Makam, Spirit of Life dan Down For Life.
Pada penyelanggaraannya yang ketiga tahun 2009 Rock In Solo mulai menampilkan band manca negara. Psycroptic, band death metal asal Australia didaulat menjadi band manca negara pertama yang bermain di gelaran Rock In Solo yang ketika itu diselenggarakan di GOR Manahan. Setelah itu pada gelaran keempat tahun 2010, giliran Dying Fetus,trio death metal asal Maryland, Amerika Serikat, diboyong ke Solo dan sukses bermain di hadapan ribuan metalheads yang memadati stadion Sriwedari. Memasuki penyelenggaraannya yang kelima tahun ini yang akan diselenggarakan pada tanggal 17 September 2011, Rock In Solo menampilkan enam band manca negara dengan menampilkan headliner Death Angel, salah satu band thrash metal yang besar dalam scene Bay Area Thrash Metal San Francisco, Amerika Serikat. Rock In Solo 2011 juga akan menampilkan Kataklysm, jagoan death metal asal Montreal, Canada. Empat band lain yang juga akan tampil adalah Deranged asal Swedia, band yang pada awal 90an sering dianggap sebagai jawaban Swedia atas keberadaan Carcass (Inggris) dan Suffocation (Amerika Serikat). Dari Korea akan hadir Oathean yang berbau black metal dan Ishtar yang mengusung gothic metal. Sementara dari Perth, Australia, akan tampil band death metal Enforce.
Keberadaan Rock In Solo yang terhitung masih baru jika dibandingkan dengan saudara – saudaranya seperti Bandung Berisik atau Jogja Brebeg, menunjukkan bahwa episentrum musik rock di Indonesia tidak hanya berkutat di kota – kota besar saja. Tanpa mengecilkan peran event – event lain yang sejenis di Solo, Rock In Solo tak bisa dibantah lagi merupakan event pertunjukkan rock di kota Solo yang telah menaikkan gengsi kota Solo dalam scene musik rock di Indonesia saat ini dan merupakan salah satu event rock yang cukup dikenal dalam skala nasional.
Sepanjang tahun 2000 hingga saat ini, kota Solo mengalami sebuah progres dalam pergerakan scene musik rocknya. Banyaknya band – band yang lahir dan berkarya serta hadirnya event – event pertunjukan seperti Rock In Solo memberikan atmosfir yang mendukung perkembangan musik rock di Solo. Tapi bicara tentang scene musik rock kota Solo tentu tak hanya bicara tentang band – bandnya saja. Ada alasan lain kenapa kota ini muncul sebagai kota yang belakangan ini mengalami perkembangan scene musik rock yang cukup pesat.
Bicara tentang band tentu juga akan bicara tentang para penggemarnya. Sudah wajar jika keberadaan sebuah band pasti akan memunculkan orang – orang yang kemudian menjadi penggemarnya. Dalam perkembangannnya, orang – orang ini kemudian secara alami membentuk komunitas mereka sendiri. Bisa karena didasari kegemaran akan sebuah band, atau kegemaran akan sebuah genre tertentu. Ketika komunitasnya semakin membesar, mereka akan membelah diri menjadi kelompok – kelompok yang lebih kecil yang biasanya terpetak secara regional. Di Solo pun demikian.
Salah satu komunitas yang cukup besar di Solo adalah Pasukan Babi Neraka. Ini adalah komunitas yang pusat pusarannya terletak pada sosok Down For Life. Yup, Pasukan Babi Neraka adalah komunitas yang berkaitan dengan band yang dibentuk oleh vokalis Stephanus Adjie ini. Di dalamnya berkumpul orang – orang yang punya kepentingan dengan Down For Life, mulai dari para penggemar hingga para personilnya sendiri. Komunitas ini sangat mudah ditemui di kawasan Kartopuran, di sebuah rumah yang juga berfungsi sebagai sebuah toko merchandise musik rock yang bernama Belukar Rockshop. Khusus untuk para penggemar, Pasukan Babi Neraka merupakan salah satu yang terbesar di Solo. Mereka terbagi dalam beberapa kelompok, menyesuaikan dengan wilayahnya masing – masing seperti Pasukan Babi Neraka Salatiga, Pasukan Babi Neraka Karanganyar, Pasukan Babi Neraka Sukoharjo dan sebagainya. Mereka inilah yang selalu muncul dan berada di baris depan panggung tiap kali Down For Life tampil di sekitar kota Solo maupun di luar kota Solo.
Komunitas lain yang juga cukup dikenal di Solo adalah Solo City Hardcore (SCHC). Komunitas ini muncul pada awal tahun 2000an di daerah Pasar Nongko. Dari komunitas inilah kemudian lahir band – band seperti Spirit of Life dan Never Again. Dari yang sebelumnya hanya merupakan ajang kumpul- kumpul sekelompok kecil anak muda penggemar hardcore, SCHC kini berkembang semakin besar dan beberapa kali memprakarsai event – event rock/metal di Solo.
Penggemar punk di Solo juga memiliki komunitas sendiri yang bernama Sriwedari Boot Bois. Sesuai namanya, Sriwedari Boot Bois memang sering berkumpul di seputaran joglo Sriwedari. Komunitas ini melalui label bernama Semangat Djoeang Record pada tahun 2010 memprakarsai produksi sebuah album kompilasi lokal berjudul The Gank Is Back yang menampilkan band – band kota Solo. Sriwedari Boot Bois merupakan komunitas dari band – band seperti Tendangan Badut, Anti Regime dan The OrakArik.
Kecenderungan membentuk komunitas metal/rock juga sudah terlihat pada dekade 80an dan 90an. Pagars atau Paguyuban Rock Solo adalah sebuah komunitas penggemar rock di Solo yang terbentuk pada dekade 80an dan aktif hingga dekade 90an. Sementara pada 90an komunitas yang terbentuk semakin banyak. Pada dekade ini tercatat ada Paragon (Parade Rambut Gondrong) yang dulu sering ngumpul di seputaran pusat perbelanjaan Beteng Plaza. Ketika bangunan Beteng plaza ludes terbakar oleh kerusuhan Solo 98, keberadaan komunitas ini pun perlahan memudar.
Komunitas lain bernama Grinder Troops kemudian muncul pada tahun 1993. Komunitas ini bisa dibilang merupakan komunitas extreme metal yang pertama di kota Solo. Makam adalah salah satu band yang dekat dengan komunitas ini. Pada 10 tahun perayaan keberadaannya, Grinder Troops menggelar sebuah event konser bernama Parrhesia Soloensepada tahun 2003. Tak kurang dari Makam, Byzantium, Death infected, Crywar, Lamphor dan sebuah band death metal asal Jepang bernama Pukelization tampil dalam acara ini. Masih pada 90an juga, muncul komunitas bernama Nebula Corps Grinder yang bermarkas di sekitar Purwosari. Komunitas ini tak jauh beda dengan Grinder Troops. Kebanyakan band yang berada di bawah payung Nebula Corpse Grinder adalah band – band bergenre extreme metal seperti Maggots Collony, Torment dan Death Infected.
Kota – kota yang berada dalam wilayah eks-karesidenan Surakarta seperti Karanganyar, Boyolali, Sragen, Sukoharjo dan Klaten juga sedikit banyak memberi pengaruh pada perkembangan scene rock/metal di Solo.Komunitas – komunitas metal pun tumbuh marak di kota – kota ini. Karanganyar yang terletak di sebelah timur kotamadya Surakarta punya komunitas bernama Lawu Gods. Dari komunitas inilah muncul band seperti Lelembut yang kental black metalnya dan Dibal yang dekat dengan grindcore.
Sementara di Boyolali pada dekade 90an muncul komunitas bernama Deadly Sickness Radiation (DSR). DSR kemudian surut pada awal 2000an. Meski demikian komunitas metal Boyolali tak ikut terhenti pergerakannya. Setelah DSR, muncul komunitas baru bernama Bajang yang pada tahun 2003 menggelar sebuah acara metal bertajuk Sociality Total Sickness I yang baru pada 2010 lalu diselenggarakan kembali edisi keduanya.
Sragen pun tak mau kalah dengan memunculkan beberapa band dan komunitas metal. Wilayah yang dulunya bernama Sukowati ini punya komunitas bernama Sragen Corpse Grinder yang kemudian berubah menjadi Sragen Rock Movement. Beberapa band yang muncul dari Sragen adalah Total Scream, Defragment Otak, Keluarga Berengsek dan The All Prosthesis.
Selain Karanganyar, Boyolali dan Sragen, wilayah – wilayah lain yang mengelilingi kotamadya Surakarta juga tak lepas dari pergerakan para metalheads. Lamphor adalah band andalan Klaten dalam urusan black Metal. Selain Lamphor, Klaten juga punya Death Stumble yang memainkan death metal dan baru terbentuk pada 2009 lalu. Sementara di Sukoharjo muncul kelompok penggemar death metal bernama Sukoharjo Death Metal yang merupakan salah satu bagian dari forum besar Indonesian Death Metal (IDDM). Sukoharjo juga punya band – band seperti Intended Suicide dan Obor Setan yang dulunya bernama Gerandhong.
The media, the mayor and the stores
Tumbuh suburnya komunitas – komunitas dan band – band metal di wilayah Solo memang tak lepas dari atmosfir yang mendukung hal tersebut. Peran media adalah salah satu faktor yang penting dalam perkembangan scene musik rock di Solo. Beberapa media lokal Solo memang terhitung intens dalam mengangkat berita – berita atau acara – acara tentang musik rock/metal. Dulu pada tahun 90an, radio SAS FM yang memancar dari kawasan Solo Baru punya acara khusus musik rock bernama Burock atau Bursa lagu – lagu rock. Memasuki dekade 2000an program acara berbau metal bisa dengan mudah ditemui di Solo Radio FM. Solo Radio juga menjadi salah satu media partner dari gelaran Rock In Solo. Sementara di Klaten ada radio RWK FM yang cukup intens mengangkat program – program acara musik rock.
Kota Solo juga punya walikota yang dikenal sebagai sosok yang dekat dengan masyarakat Solo yaitu Joko Widodo. Kedekatan pria yang akrab disapa Jokowi ini boleh dibilang merata dengan semua kalangan masyarakat Solo termasuk dengan komunitas metal Solo. Konon kabarnya memang walikota yang telah dua kali terpilih ini punya hobi mendengarkan musik – musik cadas. Down For Life pernah tampil dalam sebuah sesi akustik di hadapan sang walikota dalam sebuah acara pada bulan Juni lalu. Jokowi juga berencana untuk ikut menonton Rock In Solo 2011 dan dikabarkan akan muncul dalam setidaknya dua film dokumenter tentang pergerakan scene musik rock kota Solo yang saat ini sedang diproduksi.
Satu faktor lain yang juga ikut memberikan suasana yang kondisional bagi perkembangan scene rock Solo adalah keberadaan toko – toko merchandise rock. Salah satu yang saat ini menjadi destinasi utama para metalheads yang ingin mencari merchandise musik rock di Solo adalah Belukar Rockshop yang terletak di sebuah ruas jalan bernama Pandu Dewanata di daerah Kartopuran. Di toko yang dikelola oleh Stephanus Adjie dan kawan – kawan ini bisa ditemui t-shirt – t-shirt band – band lokal maupun mancanegara, CD album band – band metal dalam dan luar negeri sampai aksesoris seperti topi, bandana, dompet, tas dan pin yang tentu saja semuanya berbau metal.
Let’s rawk in Solo!
Salah satu hal positif yang terjadi dalam scene musik Solo adalah kemauan para pelaku scene ini untuk berusaha memelihara kondisi yang mendukung bagi perkembangan musik rock di Solo. Perbedaan idealisme dalam memandang tujuan bermusik mungkin boleh berbeda satu sama lain, namun tidak harus menimbulkan benturan – benturan yang tak perlu. Maka hasilnya, Solo kini mulai menjelma menjadi kota yang mengangkat tinggi – tinggi musik cadas sebagai salah satu identitasnya, di luar identitas konvensional Solo yang selama ini sudah melekat pada kota ini seperti nasi liwet, Keraton Surakarta Hadiningrat, Pasar Klewer, Batik Solo, timlo dan sebagainya.
Keabsahan kota ini sebagai kota yang mengalami kemajuan pesat dalam pergerakan musik rock dan metal paling gampang bisa dilihat pada hajatan tahunan Rock In Solo. Ribuan metalheads dari berbagai kota di Indonesia tumpah ruah dalam sebuah venue besar, tanpa henti menikmati gempuran musik – musik cadas dari berbagai genre yang dibawakan oleh band – band metal berkelas, adalah sebuah pemandangan yang sebelumnya tak pernah muncul di kota berpenduduk sekitar 500.000 jiwa ini.
Melihat kontinuitas yang ditunjukkannya, ajang Rock In Solo pun sangat mungkin akan menjadi agenda tahunan kota Solo yang punya kecenderungan untuk terus berkembang dan meningkat kualitasnya. Karena setidaknya, indikasi peningkatan kualitas gelaran Rock In Solo bisa dilihat dari semakin matangnya konsep penyelenggaraan event ini dari tahun ke tahun. Urusan panggung saja misalnya. Jika pada beberapa penyelenggaraan sebelumnya Rock In Solo hanya menampilkan satu panggung, maka pada tahun 2010 lalu festival metal ini mulai menggunakan dua buah panggung dan pada penyelenggaraan tahun ini, tak tanggung – tanggung, empat buah panggung akan didirikan di Alun – Alun Utara Solo yang menjadi tempat penyelanggaraan acara. Membayangkan ada empat buah panggung besar yang akan menampilkan band – band metal dalam dan luar negeri selama kurang lebih 12 jam berturut – turut memang cukup menjadi godaan bagi para metalheads untuk menghadiri Rock In Solo 2011. Tak heran jika tiket pre-sale yang dijual oleh pihak panitia sejak bulan Juli lalu telah ludes sekitar 4000 lembar dengan pembeli bukan hanya berasal dari Solo tapi juga dari kota – kota lain di Jawa bahkan Bali dan Sumatera.
Maka jika di Finlandia ada kota Oulu yang berpenduduk 140.000 jiwa dan punya festival metal Jalometalli (The Precious Metal) dan di Jerman ada kotamadya yang bahkan lebih kecil dan berpenduduk hanya 1.800 jiwa yang terkenal dengan festival metal besar Wacken Open Air, anak – anak muda di Solo pun menunjukkan bahwa Solo juga mampu menggelar acara semacam itu melalui Rock In Solo, tentu dengan kekhasan dan keunikan budaya lokal Solo yang tak mungkin disamai oleh festival – festival sejenis di tempat lain. Ambil contoh, Makan nasi liwet khas Solo sambil menikmati suguhan konser musik metal bisa menjadi pengalaman yang cukup unik, karena di antara sekian kios makanan yang akan didirikan di dalam venue acara, juga akan ada yang menjual nasi liwet dan makanan tradisional khas Solo lainnyadalam Rock In Solo 2011 tahun ini.
Tujuan The ThinK Organizer, penyelenggara Rock In Solo yang ingin menyajikan festival metal yang tidak ingin menjadi seperti festival metal yang lain nampaknya sudah berada di jalurnya yang benar. Asal bisa berkelanjutan, serta kualitas bisa tetap terjaga bahkan kalau perlu ditingkatkan, Rock In Solo bisa menjadi event yang semakin besar lagi pada tahun – tahun mendatang yang tak hanya akan berpengaruh dan memberikan manfaat bagi perkembangan scene dan komunitas rock/metal di Solo saja tapi juga kepada pihak – pihak lain. Yah setidaknya para penjual makanan dan minuman yang tersebar di sekitar tempat acara pasti juga ikut mendapat keuntungan atau rejeki dari Rock In Solo. So, Let’s rawk in Solo! (Ariwan K Perdana. Twitter:@azraeldana)