Akung Awei menceritakan sebuah kisah kepada cucunya, Hao Hao, mengenai masa mudanya jaman dahulu. Ketika tinggal di Negara China pada tahun 1900-an, rakyat China hidup sangat menderita karena penjajahan Eropa dan Jepang, serta perang saudara. Untuk itulah Akung Awei beserta keluarga dan saudaranya memberanikan diri berlayar untuk menggapai masa depan yang lebih baik.

Mereka merantau ke Indonesia. Tantangan hidup semakin keras. Mereka menghadapi persaingan dengan masyarakat lokal. Belum lagi adanya penolakan, caci maki dan dijadikan kambing hitam. Masalah percintaan serta nilai-nilai persahabatan juga mewarnai kisah Akung Awei selama masa perjuangan hidup di rantau.

Demikian cuplikan dari kisah drama musikal Menjemput Impian. Kisah yang diangkat berdasarkan kejadian nyata. Pementasan diadakan di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, mulai Jumat sampai Minggu, 3-5 Agustus 2012. Menjemput Impian merupakan sebuah pagelaran yang menampilkan gabungan tarian dan teater serta musik, didukung oleh visual pendukung jalan cerita yang mengangkat budaya Tionghoa dan Indonesia.

Menarik ketika kesulitan hidup digambarkan dengan tokoh yang seperti tengah menjadi boneka yang dikekang tali. Kemudian gelora semangat dihadirkan dalam bentuk visual kobaran api diiringi gemuruh genderang dua belas tabuh. Kehidupan bagaikan pasang surut air diwakilkan dalam tarian air.

Syahrial Tando bertindak sebagai composer. Gubahannya memberi nyawa pada setiap adegan perhelatan yang digelar oleh True Spirit Performing Arts ini. Meski mengusung tema budaya Tionghoa, tiupan didgeridoo melebur dengan indah. Seperti tujuan utama yang diangkat oleh drama musikal ini yaitu mengingatkan semua orang bahwa bangsa kita yang penuh dengan nilai-nilai luhur, sebetulnya didapatkan dari sejarah panjang proses persatuan dari dua budaya yang besar yang saling bahu membahu membangun.

[Yose/IT/foto:Yose]